Fasya Media Center – Ponorogo – 13 Oktober 2025 — Langit di atas Kampus Fakultas Syariah UIN Kiai Ageng Muhammad Besari Ponorogo menjadi saksi peristiwa astronomi langka ketika Tim Watoe Dhakon Observatory (WDO) bekerja sama dengan Reog Astronomy Club (RAC) UIN Ponorogo melaksanakan kegiatan observasi fenomena tumbuk atau hari tanpa bayangan pada Senin, 13 Oktober 2025. Kegiatan ini berlangsung di halaman Gedung Fakultas Syariah UIN Ponorogo dengan diikuti oleh mahasiswa, dosen dan anggota komunitas astronomi kampus.
Observasi dimulai pada pukul 10.55 WIB dan berakhir pada 11.25 WIB. Puncak fenomena tumbuk atau tanpa bayangan terjadi sekitar 11.20 WIB, ketika bayangan benda tegak benar-benar menghilang. Hal ini terjadi karena deklinasi Matahari tepat sama dengan lintang geografis Ponorogo yaitu -7° 52’ sehingga sinar Matahari jatuh tegak lurus ke permukaan Bumi. Dalam astronomi, kondisi ini dikenal dengan istilah kulminasi utama, yakni saat posisi Matahari berada tepat di atas kepala pengamat.
Meskipun dilakukan dengan alat sederhana, seperti tongkat vertikal dan penanda bayangan di permukaan datar, hasil pengamatan menunjukkan fenomena secara jelas dan akurat. Para peserta dapat melihat perubahan panjang bayangan yang semakin pendek hingga akhirnya menghilang sesaat pada puncak peristiwa.
Dalam kegiatan tersebut, Koordinator Watoe Dhakon Observatory UIN Ponorogo, Imroatul Munfaridah, M.S.I., memberikan penjelasan ilmiah yang mendalam mengenai fenomena tumbuk dalam perspektif astronomi. Beliau memaparkan bahwa peristiwa ini terjadi dua kali dalam setahun di wilayah tropis ketika deklinasi Matahari berimpit dengan lintang lokasi pengamat. “Fenomena tumbuk merupakan peristiwa alamiah akibat posisi Matahari yang tepat berada di atas kepala. Secara ilmiah, hal ini bisa berdampak pada perubahan suhu dan intensitas penyinaran Matahari, namun tidak berkaitan dengan hal-hal mistik. Meski demikian, masyarakat sering mengaitkannya sebagai pertanda pergantian musim penghujan, karena secara klimatologis waktu terjadinya memang berdekatan dengan perubahan pola cuaca,” jelasnya.
Sekretaris Watoe Dhakon Observatory, Khairul Umami, M.S.I., menambahkan bahwa peristiwa ini merupakan momen penting dalam pendidikan astronomi karena memperlihatkan secara nyata hubungan antara lintang geografis dan posisi Matahari. Observasi ini juga menjadi sarana pembelajaran praktis bagi mahasiswa dalam memahami gerak semu tahunan Matahari. Beliau juga menjelaskan bahwa fenomena semacam ini penting untuk menguatkan literasi astronomi Islam, terutama dalam kaitannya dengan penentuan arah kiblat, waktu salat, serta perubahan musim yang dapat diamati melalui pergerakan Matahari.
Sementara itu, salah satu mahasiswa dari Tim Reog Astronomy Club (RAC) menyampaikan rasa syukur dan antusiasmenya atas kesempatan mengikuti observasi ini. “Kami mendapat pengalaman langsung yang memperkaya pemahaman teori astronomi yang dipelajari di kelas. Kegiatan ini membuat kami lebih peka terhadap fenomena langit dan cara mengamatinya secara ilmiah,” ungkapnya.
Kegiatan kolaboratif ini menjadi bukti komitmen UIN Ponorogo dalam mengembangkan pendidikan dan riset astronomi berbasis nilai-nilai keislaman. Melalui observasi sederhana namun bermakna ini, mahasiswa diajak untuk memadukan sains dan spiritualitas, serta menumbuhkan kesadaran bahwa setiap fenomena alam adalah tanda kebesaran Tuhan yang dapat dipahami dengan ilmu pengetahuan.
Kontributor: Tim RAC
Editor: FMC