Pertama Kali, Fakultas Syariah Adakan Seminar Nasional Membedah Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual

Fasya Media Center – Sebagai tindak lanjut dari diterbitkannya Peraturan Rektor mengenai Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di IAIN Ponorogo dan disahkannya Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), Fakultas Syariah menyelenggarakan Seminar Nasional dengan mengusung tema “Membedah Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual: Urgensi dan Implementasinya”.

Bertempat di Gedung Indrakilla, IAIN Ponorogo, acara diselenggarakan pada Kamis, 16 Juni 2022 pukul 08.00 WIB. Pada kesempatan kali ini mendatangkan dua narasumber yang berkonsetrasi pada bidangnya. Pertama, Iqbal Felisiano, S.H., LL.M dosen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Airlangga Surabaya dan pemateri kedua, Isnatin Ulfah, M.H.I., dosen Fakultas Syariah sekaligus Kepala Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) LPPM IAIN Ponorogo. Diikuti sekitar 300 peserta, terdiri dari mahasiswa, dosen dan beberapa undangan dari organisasi perempuan di wilayah Ponorogo dan sekitarnya, acara ini berjalan dengan lancar dengan tetap mematuhi protokol kesehatan.

Rangkaian acara seminar nasional ini diawali dengan pembukaan yang langsung disampaikan oleh Dekan Fakultas Syariah IAIN Ponorogo, Dr. Hj. Khusniati Rofiah, M.S.I. Dalam sambutannya, beliau menyampikan bahwa alasan yang mendasari diangkatnya tema ini adalah telah disahkannya Peraturan Rektor mengenai Tindak Pidana Kekerasan Seksual disusul dengan disahkannya UU TPKS pada 12 April silam.

“Seminar Nasional ini sebagai bentuk sosialisasi agar jangan sampai para mahasiswa tidak mengetahui apa itu kekerasan seksual dan bagaimana hukumnya. Harapannnya dengan adanya seminar ini bisa didiskusikan bersama terkin tema  yang urgent ini,” tutur Dekan Fakultas Syariah dalam sambutannya sekaligus membuka acara.

Dilanjutkan dengan keynote speaker oleh Rektor IAIN Ponorogo, Dr. Hj. Evi Muafiah, M.Ag. Bunda Evi, begitu beliau disapa,  menyampaikan Syukur atas terbitnya Peraturan rektor dtenteng pelecehan seksual yang sangat penting ini. Beliau juga menyampaikan bahwa peraturan-peraturan tersebut merupakan tanggung jawab bersama.

“Semua berpotensi menjadi pelaku dan korban TPKS. dan  pencegahannya tidak perlu menunggu munculnya kasus”, kata beliau.

Memasuki sesi pertama pemaparan materi, Pak Iqbal, begitu beliau disapa, dengan rinci membedah pasal demi pasal dalam Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual yang disahkan sebagai kado menyongsong Hari Kartini, April lalu.

“Dalam pasal 4 disebutkan bahwa Tindak Pidana Kekerasan Seksual terdiri atas: pelecehan seksual non-fisik, pelecehan seksual fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, perbudakan seksual dan kekerasaan seksual berbasis elektronik,” papar beliau dengan gaya khasnya.

Beliau juga menambahkan mengenai jenis Tindak Pidana Kekerasan seksual dalam pasal 4 ayat (1) untuk kemudian dilanjutkan kepada pemidaan yang diberikan bagi pelaku Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Tak lupa dalam Seminar Ini, disampaikan pula mengenai alur pelaporan dari kasus ini.

Tim Fasya Media Center sempat berbincang hangat di akhir perjumpaan dengan dosen Hukum Pidana UNAIR ini. Ada apresiasi tinggi yang diberikan untuk acara yang baru pertama kali digelar. Menurutnya, ini adalah komitmen yang tinggi untuk mencegah dan menanggulangi Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

“Saya mengapresiasi tinggi untuk Fakuktas Syariah atas terselenggaranya acara ini. Artinya, ada komitmen yang tinggi untuk mengawal kasus kekerasan seksual. Ini menandakan bahwa Fakultas Syariah aware terhadap kasus ini,” ujar beliau yang mengenakan batik di Acara Seminar Nasional tadi.

Sambil  tersenyum di akhir wawancara, pemeteri pertama berpesan dengan memberikan wejangan. Ke depan, sebagai upaya penghapusan kekerasan seksual tidak hanya dilakukan dengan upaya represif. Namun, meelibatkan seluaruh elemen institusi yang terlibat.

“Kekerasan seksual ini tidak hanya bisa kita cegah dengan upaya represif, namun juga bagaimana kita mengambil peran sesuai dengan posisi kita sekarang. Misal, sebagai tenaga pendidik maka berilah pendidikan, informasi dan akses untuk bisa melaporkan kejadian kekerasan seksual yang dialami. Yang kedua, memberi perlindungan kepada korban, supaya mereka tidak takut atau mendapat ancaman dan perlawanan dari pelaku,” tuturnya di akhir wawancara.

Narasumber kedua, Isnatin Ulfah, M.H.I, menyampaikan tentang implementasi peraturan Rektor IAIN Ponorogo tentang TPKS. Bu Isnatin, sapaan akrabnya yang merupakan salah satu orang yang menginisiasi terbitnya peraturan rektor tersebut, menyampaikan bahwa implementasi peraturan rektor tentang pelecehan seksual itu belum terlaksana secara maksimal. Pasalnya peraturan tersebut baru disahkan di akhir tahun 2021 lalu, sehingga belum ada unit pelayanan terpadu tentang hal tersebut. Beliau menyampaikan bahwa pihaknya masih terus mengatasi kendala-kendala agar peraturan tersebut dapat terlaksana dengan maksimal di lingkungan IAIN Ponorogo.

“Meskipun sudah punya peraturan, masih ada tantangan yang lebih berat lagi bagi kita dari pada meyusun peraturan itu, yaitu mencegah TPKS itu sendiri,” pungkas beliau.

 

Reporter : Nova Anggraini Putri  & Sayyida Alya Izzati

Editor : Muhammad Ali Murtadlo

Bagikan Artikel
Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp