Sesi II Plenary ICIsLaw: Membuka Wawasan Baru tentang Legal Pluralism, Restorative Justice dan Piagam Madinah

Sesi II Plenary, dilanjutkan dengan eksplorasi mendalam tentang tantangan kemanusiaan melalui perspektif hukum Islam. Sesi plenary kali ini menampilkan tiga narasumber yang menawarkan pandangan komprehensif tentang pluralisme hukum, keadilan restoratif, dan Piagam Madinah.

Aftab Haider, mahasiswa S3 Southwest University of Political Science and Law, China, membuka sesi dengan presentasinya tentang “Legal Pluralism”.

Haider menjelaskan bahwa pluralisme hukum terjadi karena adanya tradisi hukum lokal yang berbeda dengan hukum negara atau karena kelompok minoritas yang memiliki hukum sendiri. Ia menekankan bahwa pluralisme hukum tidak hanya terjadi di negara-negara mayoritas Muslim, tetapi juga di negara-negara sekuler.

Haider juga mengulas implikasi pluralisme hukum bagi kebijakan publik dan pengembangan hukum. Menurutnya, pluralisme hukum mempengaruhi interaksi antara hukum negara dan masyarakat, terutama dalam hal penegakan hukum dan keadilan. “Dengan legal pluralism, kita dapat meningkatkan keadilan dan konsistensi dalam penegakan hukum, serta memperkaya sistem hukum dengan perspektif yang lebih luas dan inklusif,” ujarnya.

Assoc. Prof. Dr. Khamim, dosen Fakultas Syariah IAIN Kediri, melanjutkan dengan pembahasan tentang “Restorative Justice dari Perspektif Hukum Islam”. Tema ini juga menjadi bagian dari artikel yang diikutsertakan dalam call paper ICIsLaw. Dr. Khamim menjelaskan bahwa keadilan restoratif dalam Islam menekankan pemulihan hubungan dan rehabilitasi daripada hukuman semata. Pendekatan ini dianggap lebih manusiawi dan efektif dalam membangun kembali harmoni sosial.

Sebagai narasumber ketiga, Assoc. Prof. Dr. H. Imam Kamaluddin, LC, M.Ag. dari Fakultas Syariah UNIDA Gontor, membahas “Piagam Madinah”. Piagam yang ditulis oleh Nabi Muhammad SAW pada tahun pertama hijrahnya ke Madinah (624 M) ini merupakan dasar konstitusi yang mengatur hubungan antara kaum Muslimin dan komunitas Yahudi di Madinah. Piagam ini mencakup aspek politik, sosial, keamanan, dan peradaban.

Assoc Prof. Dr. Kamaluddin menekankan bahwa Piagam Madinah mengedepankan persatuan, keadilan, dan tanggung jawab bersama dalam masyarakat, serta menjamin hak-hak dasar seperti kebebasan beragama, keamanan, dan keadilan sosial. “Piagam Madinah dianggap sebagai salah satu dokumen konstitusional pertama di dunia yang mengatur kehidupan bernegara berdasarkan prinsip-prinsip Islam,” jelasnya.

Sesi plenary ini dihadiri oleh berbagai akademisi dan praktisi hukum dari berbagai negara, serta mitra kerja sama dari Fakultas Syariah UNIDA Gontor dan Fakultas Syariah IAIN Kediri. Para peserta memberikan apresiasi tinggi terhadap wawasan baru yang mereka peroleh dari para narasumber.

 

Reportase Tim FMC

Bagikan Artikel
Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp