Menjadi Petani Milenial di Masa Pandemi

Oleh: Diyah Rahmawati (Mahasiswa Semester 3, Hukum Keluarga Islam)

Pandemi menyelimuti berbagai negara, tak terkecuali tanah air kita, Indonesia. Dampak pandemi dirasakan banyak bidang, mulai dari pendidikan, pariwisata, hingga pedagang kaki lima. Bahkan, segala macam industri banyak yang gulung tikar, lantaran tak mampu bertahan. Perekonomian negara juga merosot jauh dari dugaan, hutang negara sudah sampai pada lampu merah, tanda peringatan hampir melebihi batas ketentuan. Banyak masyarakat kehilangan anggota keluarga akibat terpapar virus corona. Covid-19 tidak bisa dianggap main-main, ia benar-benar nyata ada dalam kehidupan kita.

Tidak ada yang perlu kita salahkan dari kondisi ini, yang perlu kita lakukan adalah mengubah strategi dan pola ide, gagasan serta berbagai pendapat baru di masa pandemi ini untuk disatupadukan demi kebaikan ke depan. Mengubah gaya dan taktik dadakan memang terkadang tidak  berbanding lurus dengan strategi yang jauh terstruktur, karena dianggap belum mampu memberikan solusi.

Pihak yang menjaga benteng pertahanan negara seperti Presiden, DPR, MPR, Kepala Daerah, dan para Aparatur Sipil Negara (ASN) lainnya harusnya bukan hanya memikirkan cara mengatasi virus ini, ada hal yang jauh lebih penting ketimbang mempermasalahkan masalah yang sudah jelas nampak terjadi. Bukan bermaksud menghindari, tapi kalau tidak makan bagaimana mau sehat dan kuat imunnya? Aktivitas jual beli dibatasi, petani banyak yang dagangannya rusak sampai busuk, tidak layak jual, sehingga mengalami kerugian besar. Masyarakat bukannya mati karena virus, namun mati karena kelaparan. Itulah sebabnya peran petani di masa pandemi bisa dipandang sebagai solusi lain dalam mengatasi pagebluk ini.

Perlu Dukungan Pemerintah
Indonesia ini negara yang kaya akan sumber daya alam dan sumber daya manusia. Namun sayang, belum termanfaatkan dengan baik. Sumber daya alam misalnya, Indonesia memiliki lahan pertanian yang luas, namun pemerintah setiap tahun masih mengimpor beras. Ini ironi sekali. Mengapa tidak memngembangkan sektor pertanian dengan memberdayakan petani? Jika di negara sendiri banyak petani, mengapa harus mengimpor beras dan kebutuhan pokok lain dari negara lain? Ini berarti ada hal yang perlu dibenahi.

Petani harus dinomorsatukan dalam sektor kehidupan, terutama dalam situasi pandemi saat ini. Pemerintah harus memegang peran utama dalam memperbaiki sektor pertanian. Dimulai dari pemerintahan paling bawah di tingkat Desa/Kelurahan untuk mengajak petani memperbaiki kualitas dan kuantitas produk perkebunan. Pemerintah pusat juga dapat membantu dengan memberikan subsidi pupuk, penyediaan alat-alat pertanian dan bantuan lain yang dapat menambah produktivitas petani.

Namun, fakta di lapangan justru petani yang berada di level bawah mengalami diskriminasi. Pupuk mahal dan langka ketika masa tanam, dan ketika masa panen, harga jual anjlok menjadi murah sekali. Ini yang menjadikan petani merugi. Untuk itu dibutuhkan sinergi dari berbagai pihak. Dengan begitu, akan menguntungkan bagi semua. Jika petani bergerak sendiri sedang pemerintah melakukan rencana sendiri, petani bisa dipastikan yang akan mengalami kerugian.

Menjadi Petani Milenial
Begitu bermaknanya profesi yang bernama petani ini, dibutuhkan peran aktif dari semua pihak. Ironinya, jumlah petani semakin hari semakin berkurang. Ini ditengarai oleh absennya generasi milenial yang berminat untuk menjadi petani. Padahal petani merupakan profesi mulia yang perlu diregenerasi.

Kita sebagai generasi milenial, sudah saatnya mulai melirik dunia pertanian. Menjadi petani bukan tentang mencangkul, membajak sawah, dan segala seluk beluk yang biasa dilakukan di sawah. Menjadi petani milenial bisa dilakukan dengan cara memanfaatkan perkembangan teknologi dan dunia digital. Misalnya dengan memberdayakan petani melalui aplikasi yang bisa dijadikan sebagai alat kontrol kualitas dan kuantitas produksi, atau ikut turun langsung memberikan pemahaman kepada para petani bagaimana memasarkan hasil panen agar bernilai jual tinggi.

Selain itu, bisa juga mengadvokasi Pemerintah Desa, Pemerintah Daerah dan Pemerintah Pusat agar sebisa mungkin memperhatikan nasib petani. Langkah lain yang bisa dilakukan oleh petani milenial adalah, sebisa mungkin memikirikan bagaimana produktivitas petani bisa meningkat dengan memunculkan berbagai ide dan kreativitas yang dimiliki, sehingga dapat menambah nilai produksi dan menjadikan petani sebagai profesi mulia yang layak untuk digeluti. Dengan begitu, petani yang dulunya dianggap profesi “rendahan”, bisa naik kelas berkat kita yang mau menjadi petani milenial.

Bagikan Artikel
Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp