Oleh: Sella Ellissa Devita Sari (Mahasiswa Semester, Hukum Ekonomi Syariah)
Istilah pandemi menjadi sering kita dengar semenjak wabah covid-19 terjadi. Corona Virus Disease atau disebut covid-19 muncul pertama kali tahun 2019 silam. Covid-19 telah menjadi pandemi global semenjak ditetapkan oleh World Health Organization (WHO) pada tanggal 11 Maret 2020. Covid-19 pertama kali muncul di Wuhan China pada akhir tahun 2019, kemudian virus ini semakin lama semakin tidak terkontrol dan terkonfirmasi menjalar ke berbagai belahan dunia, termasuk salah satunya, di Indonesia.
Pandemi covid-19 telah membawa perubahan besar bagi seluruh lapisan masyarakat di berbagai aspek, termasuk di dalamnya, aspek sosial budaya. Pandemi covid-19 memaksa pembatasan aktivitas sosial antar individu satu dengan yang lainnya, sehingga memunculkan kebiasaan yang berbeda dari kehidupan sebelumnya. Dengan kata lain, pandemi ini telah memunculkan budaya masyarakat baru untuk merespon kebijakan pembatasan aktivitas sosial yang ada.
Wabah pandemi covid-19 seperti ini tentunya mengubah nilai-nilai sosial dan budaya masyarakat yang berdampak pada perubahan pola pikir, pandangan, serta sikap masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Selalu menggunakan masker, rajin mencuci tangan menggunakan sabun, siap sedia handsanitizer, menjaga jarak, menghindari kerumunan massa, menghindari kontak fisik dengan orang lain, dan penerapan berbagai protokol kesehatan telah menjadi kebiasaan.
Berbagai aktivitas sosial yang sebelumnya dapat kita lakukan dengan leluasa, kini harus dilakukan dengan menerapkan protokol kesehatan. Bahkan untuk kegiatan sosial seperti acara pernikahan, hajatan, syukuran, hiburan, dan lain sebagainya terpaksa harus dihentikan. Adanya kebijakan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) yang berkelanjutan hingga yang terakhir, PPKM level 4 ini memaksa masyarakat untuk mendekam diri di rumah.
Lebih jauh lagi, dampak pandemi ini juga menyerang berbagai sektor, baik dari sisi perekonomian maupun bidang pendidikan. Aktivitas jual beli di pasar tradisional yang sebelumnya leluasa untuk bertransaksi, namun sekarang banyak penjual yang harus gulung tikar. Aktivitas belajar mengajar di sekolah dan perguruan tinggi juga terpaksa harus dilakukan secara virtual atau daring dengan memanfaatkan teknologi yang ada. Kondisi ini baru terjadi karena adanya pandemi global yang memaksa semua pihak harus sama-sama mengerti, memahami, dan melaksanakan kebijakan yang ada.
Kondisi-kondisi seperti di atas menjadikan hubungan sosial manusia sebagai makhluk sosial menjadi “cacat”. Bagaimana tidak? manusia sebagai makhluk sosial yang hidup berdampingan dan selalu membutuhkan bantuan orang lain, kini dikarenakan pandemi memaksa mereka harus menjadi manusia egois, yang hanya memikirkan diri sendiri dan orang terdekatnya untuk dapat bertahan hidup.
Dikatakan egois apabila seseorang tersebut mengambil kesempatan atas kondisi yang ada untuk kepentingan diri sendiri atau kelompoknya tanpa memikirkan dampaknya bagi orang lain. Seperti kasus kepanikan sosial di awal-awal munculnya virus corona, dimana banyak oknum yang melakukan penimbunan masker dan handsanitizer yang pada akhirnya mengakibatkan kerugian materi maupun non materi bagi orang lain.
Tidak hanya mengguncang aspek sosial, pandemi ini juga mengakibatkan perubahan kebiasaan dalam masyarakat. Semenjak semakin tingginya angka kasus covid-19 ini mengakibatkan banyak orang menjadi “gila media sosial”. Hampir setiap saat mereka selalu update mengenai informasi wabah covid-19 yang melanda negeri ini.
Penggunaan internet atau media sosial tidak hanya mereka gunakan untuk mengupdate informasi, namun juga untuk kepentingan sekolah, kuliah, dan pekerjaan. Dari hal tersebut dapat dikatakan bahwa telah terjadi perubahan budaya masyarakat, dari yang sebelumnya non virtual bergeser ke arah budaya masyarakat virtual, yakni masyarakat yang aktivitas sosialnya dilakukan secara virtual menggunakan media sosial.
Namun demikian, pandemi ini juga mengajarkan banyak hal. Terganggunya kehidupan dan aktivitas sosial masyarakat ini harus kita sikapi secara positif. Karena bagaimanapun, yang terpenting adalah kita mampu mensyukuri apa yang terjadi dengan selalu menjaga kesehatan agar terhindar dari virus corona yang kini melanda.
Karena sampai saat ini pandemi global dan virus corona belumlah hilang dari kehidupan kita, yang bisa dilakukan adalah sebisa mungkin hidup berdampingan dengan virus ini tanpa menyentuhnya dan mencoba menerima keadaan dengan selalu menerapkan protokol kesehatan dan berharap pandemi global segerai usai, sehingga kehidupan sosial budaya masyarakat dapat kembali ke tatanan sebelumnya bahkan bisa berubah menjadi tatanan masyarakat yang lebih baik lagi.